Content feed Comments Feed

Sehabis Ramadhan

Posted by KOMARUDDIN SIREGAR Sunday, May 16, 2010

Ketika Ramdahan hampir tiba, seluruh ummat Islam di penjuru dunia menyambutnya dengan penuh bahagia. Ada yang merayakanya dengan mengadakan acara ‘tarhib Ramadhan’. Acara yang dibentuk atas dasar kecintaan hamba akan hadirnya bulan penuh barakah ini. Sebagian lagi merayakanya dengan menggadakan makan-makan, atau silaturrahmi untuk bermaafan. Dan banyak lagi kegiatan yang dilakukan ummat Islam menjelang datang nya sang Ramadahan.

Ummat Islam tidak hanya bahagia menyambut Ramadhan, tapi bentuk kebahagian itu direalisasikan dengan semangat ibadah di bulan tersebut. Lihat saja di awal Ramadhan, semuanya berlomba-lomba untuk sholat jama’ah ke masjid. Semuanya saling ingin lebih dalam ibadah, baik itu ritual maupun sosial. Pokoknya semua yang bernilai kebaikan akan disikat oleh kaum muslimin. Bulan Ramadhan pun seketika jauh berbeda dari bulan lainya, berbeda dari segi sosial atau dari segi ritual. Biasanya orang tidak begitu suka untuk bersedekah dan berinfaq, pada bulan ini serempak ummat Islam memperbanyak sedekah. Yang biasanya tak perduli dengan nasib tetangga, kini di bulan ini seluruh ummat Islam menjadi peka sosial. Dan lebih menakjubkan lagi, orang yang biasanya tidak pernah baca qur’an di bulan biasa, namun di bulan ini hari-harinya diisi dengan membaca qur’an atau sering kita sebut ‘tadarussan’.

Aktivitas Ramadhan telah mengkonter segala kebaikan, baik itu berbentuk horizontal atau vartikal. Harizontal yaitu dengan banyaknya ummat Islam beribadah kepada Allah, membaca qur’an, zikir dan memperbanyak sholat sunnah. Dan kebaikan vartikal lebih kepada hubungan seseorang dengan orang lain. Tak ada kegiatan seindah bulan Ramadhan. Belum ada bulan lain yang mengalahkan rutinitas muslim di bulan Ramadhan. Maka wajar kalau hadist mengatakan “kalau seandainya kalian tahu apa yang ada di bulan Ramadhan, pasti kalian akan minta seluruh bulan adalah bulan Ramadhan”. Mengapa tidak, kebiasaan yang tak dilakukan di bulan lain malah berkeliaran di bulan Ramadhan. Yang biasanya orang saling cuek-cueakan, di bulan ini solidaritas ummat Islam terbangun.

Tentang Ramadhan ini saya sempat berandai-andai. Ada dua andai-andai yang menjanggal pikiran saya. Pertama, andai saja ummat Islam di seluruh dunia tetap pada aktivitasnya seperti di bulan Ramadhan. Saya yakin ummat Islam tak akan mudah untuk diadu domba dan diobrak-abrik jati dirinya. Sebab aktivitas yang ada di bulan Ramadhan adalah aktivitas pengabdian hamba secara total. Dan biasanya kalau pengabdian hamba kepada Tuhanya sudah baik, lambat laun muamalat nya pada makhluk akan membaik juga. Dampak dari itu semua akan membentuk ummat Islam menjadi orang yang saling memahami, menyayangi dan mencintai. Maka ummat Islam pun bersatu dan tak ada lagi perpecahan-perpecahan.

Kedua, andai-andai yang kalau bisa jangan sampai terjadi. Bagaimana jika tidak ada Ramadhan, bulan tempat menempah pribadi ummat Islam ini dicancel Allah. Apakah ummat Islam masih dan akan terus berbuat baik kepada sesama, seperti di bulan Ramadhan. Atau jangan-jangan kalau tidak ada Ramadhan ummat Islam tidak tahu lagi mana yang baik dan buruk. Saya khawatir sekaligus sedih bilamana amal ibadah, rutinitas sosial yang sangat bagus yang ada di bulan Ramadhan, cuma adanya di bulan ini. Selain Ramadhan, ummat Islam kembali lagi pada tabiat buruknya yang misalnya ; rakus, tak peduli sesama, sombong dan lupa diri. Sangat sayang sekali jika kebaikan sosial dan ritual hanya kita lihat banyak pada saat Ramadhan saja. Sehabis Ramadhan, semua seperti tinggal kenangan. Tak membekas untuk bulan selanjutnya, hanya menjadi omongan dan kebanggaan kaum muslimin saja. Apalagi jika ada orang sehabis Ramadhan, habislah sudah segala kebaikanya. Kembali pada sikap dan prilakunya semula, dan melupakan latihan nya selama satu bulan untuk menjadi ‘tattaqun’.

Terakhir, saya miris bila saja ada kaum muslimin yang hanya baik di bulan Ramadhan. Seakan mereka menyembah Ramadhan, seperti pepatah ulama “Man ya’budu Ramadhan fainnahu qod mata, man ya’budullah fainnahu hayyun layamut”. Pepatah ini keluar dari keresahan seorang ulama melihat aktivitas ummat Islam di luar Ramadhan. Aktivitas yang sangat jauh berbeda dari aktivitas di bulan Ramadhan.

Lantas setelah Ramadhan apa yang telah kita dapat?. Kebaikan apa saja yang semestinya kita teruskan di bulan-bulan lain. Sehabis Ramadhan biasanya ada beberapa karekter yang terbentuk. Dan tentunya pembentukan karekter tersebut ke arah yang lebih baik. Saya melihat selepas Ramadhan ada beberapa hal yang harus dan penting kita jaga. Kebiasaan di bulan Ramadhan yang harus kita biasakan di bulan-bulan lain. Sebab pada intinya Ramadhan sebenarnya adalah training, pastinya setelah training ada hal-hal baik yang telah kita dapat.

Saya melihat ada tiga sifat yang diasa ketika bulan Ramadhan. Tiga sifat inilah yang mesti kita jaga sampai kita menghembuskan nafas terakhir. Pertama, di bulan ini kita dibentuk untuk menjadi orang sabar. Dalam menjalankan puasa pastinya membutuhkan banyak kesabaran ; kesabaran dari menahan haus dan lapar, kesabaran untuk menjauhkan diri dari maksiat dan kesebaran untuk selalu memperbanyak amal kebajikan. Coba saja kita kembali kebelakang ke Ramadhan yang telah lalu, kesabaran-kesabaran kita selalu diuji. Dari mulai hendak sahur kita harus sabar merelakan jam tidur dikurangi, atau ada yang malah tidak tidur hanya untuk masak sahur. Setelah sahur kita harus menjaga sikap dan prilaku, agar pahala puasa tidak berkurang. Menjaga sikap dan prilaku tidak membutuhkan apa-apa kecuali kesabaran yang mapan. Sampai ketika waktu berbuka tiba, lagi-lagi kita harus bersabar untuk tidak makan berlebihan. Karena akan membuat kita malas untuk sholat tarawih. Dan tentunya agar puasa kita tak terkesan ‘ibadah balas dendam’. Yang sedari pagi kelaparan, saat berbuka makan sampai kekenyangan sebagai ganti rasa lapar tadi siang.

Kesabaran ini sangat dibutuhkan untuk melawan hidup yang tak sesuai dengan keinginan. Misalnya, kita ditimpah bencana alam, atau meninggalnya orang yang sangat kita cintai. Dari pendidikan Ramadhan tentang sabar, pasti kita bisa menahan kesedihan itu dan tetap bersabar. Banyak lagi contoh kasus sehari-hari yang membutuhkan kesabaran penuh. Dan semua itu akan bisa diatasi berkat latihan kita selama sebulan di bulan Ramadhan.

Kedua, pada saat kita berpuasa sebenarnya Ramadhan membentuk sikap ‘istiqamah’. Bayangkan, dari awal sampai akhir Ramadhan kita harus mempertahankan puasa. Tidak boleh ada puasa tertinggal walau hanya satu hari. Bukan hanya itu, dalam ibadah sunnah seperti tarawih itu pada hakikatnya untuk menuju ke sifat istiqamah. Mampukah kita bertahan untuk sholat tarawih setiap malam. Bisakah kita untuk selalu berpuasa di siang hari tanpa ada putus-putusnya. Nah, di Ramadhan inilah keistiqamahan itu diuji, diasa dan digenjot sampai matang. Bila saja ada seseorang yang hanya bertahan puasa satu dua atau tiga hari, jelas sehabis Ramadhan tak ada sifat ini pada dirinya. Sebaliknya, kalau sedari awal Ramadhan ia terus bertahan untuk puasa. Setelah Ramadhan tanpa disadari sifat keistiqamahan ini akan menemani hari-harinya.

Implementasinya setelah Ramadhan, kita dianjurkan untuk terus istiqamah dalam ibadah. Berbuat baik antara sesama, yang semuanya ini tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali. Tapi, harus dilakukan secara rutin dan istiqamah. Sebab Allah lebih menyukai ibadah hamba yang sedikit tapi rutin dikerjakan. “Ada dan tidaknya Ramadhan kita harus berbuat baik”begitulah kira-kira prinsip seorang yang sudah istiqamah.

Ketiga, yang paling sangat penting hasil dari trapi Ramadhan adalah membentuk ‘keikhlasan’ seorang hamba. Tanpa disadari orang-orang muslim yang berpuasa jiwa kikhlasanya telah terbangun. Karena jelas dalam puasa hanya hamba dan Allah lah yang tahu. Selama sebulan keikhlasan itu dihidupkan, dibangkitkan kembali. Ibadah yang paling cepat membentuk seseorang menjadi ‘ikhlas’ tidak lain adalah puasa. Baik itu puasa di bulan Ramadhan atau bulan-bulan lain. Dari asahan Ramadhan ini biasanya seorang mukmin menjadi mukhlisin dan mukhlasin. Orang –orang yang ikhlas dan diikhlaskan oleh Allah.

Yang diinginkan dari keikhlasan ini setelah Ramadhan adalah menyucikan kembali setiap aktivitas, tentunya aktivitas yang tak lillahi ta’ala. Segala kegiatan kita setelah Ramadhan dituntut untuk selalu ikhlas, semuanya dilakukan karena Allah. Tidak karena si pulan, agar dapat pujian dari si pulan. Kalau sudah keikhlasan itu ada di setiap lini kehidupan, akan sangat mudah kebaikan itu mengalir dari tingkah lakunya. Seperti aliran air dari dataran tinggi sampai ke dataran yang paling rendah.

Maka kalau kita sadari sehabis Ramadhan, tiga hal inilah yang selama ini dibentuk oleh Ramadhan. Maka tidak lagi heran dengan perkataan “setelah Ramadhan kita akan kembali fitri”. Karena sangat jelas di masa Ramadhan tiga hal penting tadi terbentuk ; kesabaran, keistiqamahan dan keikhlasan. Oleh karena itu, sehabis Ramadhan tanpa disadari kita telah mendapatkan senjata hidup bahagia dunia dan akhirat. Senjata yang harus diasa setiap hari, dan digunakan untuk beraktivitas.

Sehabis Ramadhan, pertahankan tiga hal yang telah dibentuk oleh Ramadhan ; kesabaran, keistiqamahan dan keikhlasan. Tidak wajar kalau setelah Ramadhan sifat dan tingkah laku kita sama saja. Minimal dari tiga hal di atas, ada satu atau dua yang terbawa sampai setelah Ramadhan pergi. Ramadhan boleh saja pergi, tapi tidak dengan tiga hal di atas. Ramadhan tidak ada di kehidupan kita tak masalah, asalkan hasil dari Ramadhan selalu menyertai setiap aktivitas kita.

Terima kasih Ramadhan atas pelatihan yang selama ini diberikan kepada ummat Islam sedunia. Kaum muslimin akan menantimu tanpa harus meninggalkan hasil dari pelatihan yang lalu. Ramadhan adalah suatu bulan yang kepergianya memberikan banyak bekas dan kedatanganya dinanti ummat Islam di seluruh dunia. Selamat berjumpa lagi Ramadhan.

=Kaki Bumi=

26 september 2009

Photo

Posted by KOMARUDDIN SIREGAR






















Akustik Melayu

Posted by KOMARUDDIN SIREGAR

Cinta Buta dan Bisu

Posted by KOMARUDDIN SIREGAR



Matahari di siang hari mulai menyengat ubun-ubunku, udara panas seakan ingin membakar tubuhku, beginilah pekerjaanku setiap hari. Aku sering menunggu di bawah terik panasnya matahari, duduk di pinggir jalan bertemanankan asap dan debu jalanan. Pekerjaan yang menurut agama dilarang, tapi bagiku sudah menjadi wajar dan telah berlebelkan 'halal'. Aku sering mengintai seluruh orang yang lalu-lalang di jalan tempatku menunggu. Menunggu mangsa datang membawa uang. Orang sering menyebutku pencuri, sedangkan aku menyebut diriku orang baik yang malang. Demi menunaikan kewajiban mengisi perut kosong, aku melakukan kejahatan. Sebab tak ada yang bisa kuandalkan, gak ada yang butuh kepadaku. Bagaimana tidak, dari kecil aku tak pernah berbicara sekata pun. Belum pernah bibirku mengucapkan kata-kata seperti orang normal. Alias, aku tuli dan bisu.

Pada hari minggu siang, tepat jam 12 seperti biasa aku duduk di pinggir jalan. Biasanya hari ini adalah nasib baik-ku. Karena semua orang-orang lagi libur, banyak yang pergi shoping dan jalan-jalan. Juga pada hari ini orang kristen akan pergi ke greja. Kutatap satu persatu langkah orang yang lewat di hadapanku. Kuteliti raut wajah yang kira-kira memiliki paras 'tajir', juga yang agak kelihatan bego. Aku lihat ibu tua berjalan membawa tas yang kelihatanya mahal. Lihat kanan-kiri aku mendekati ibu tersebut. Ketika kulihat suasana aman, aku segera menarik tas itu dan berlari kencang.

"maling...maling, tolong..!!"

Seluruh mata menuju ke arahku, tapi tak ada satu tubuh pun yang bergerak untuk mengejarku. Aku lari masuk ke dalam gedung yang memiliki ruas jalan kecil. Ah, legah akhirnya aku berhasil mendapatkan rezki. Cara menjemput rezki yang jarang dilakukan orang banyak. Mencuri adalah ikhtiarku dalam mencari rezki Tuhan. Aku berjalan santai, merasa tak kan mungkin nenek tua itu mengejarku. Kulihat isi tas tersebut, ternyata ada dua jam tangan otomatik. Ada gelang emas dan cincin beserta surat-surat yang tak kumengerti.

Aku segera mengambil jam tangan itu dan kemudian menjualnya di jalan yang tak jauh dari lokasi mencuri tadi. Dengan rileks aku menawarkan jam tangan itu. Lagi asyiknya, terdengar jeritan dari dua orang berlari ke arahku.

"Maling....maling..." ternyata dua orang itu adalah polisi. Aku terus berlari dan masuk ke dalam daerah perumahan pinggiran kota. Saking kenjangnya aku berlari tak sadar aku masuk ke dalam rumah salah satu warga. Aku tersungkur menghantam kursi dekat pintu rumah tersebut. Suara wanita menjerit.

"siapa?" tanya wanita itu. Aku ingin sekali bicara tapi aku bisu. Ketika kupandangan wajah sahajanya tiba-tiba hatiku berdenyut. Tak tahu apakah denyut ini dari rasa takut, atau rasa takjub. Entah kenapa pandangan mataku padanya mengundang asa dan melukiskan makna dalam kertas hatiku ini. Kulihat tangan kirinya memegang bunga dan tangan kananya menggenggam tongkat kecil. Kulihat dia meraba-raba, dari gerik langkahnya sepertinya dia orang buta. Kudekati dia dan kucoba melambaikan tanganku di depan matanya, ternyata benar buta. Tak ada reaksi saat kulambaikan tangan di depan wajahnya.

"Mbak, ada pria masuk sini pakai baju merah dan topi" tanya dua polisi yang terus mengejarku.
"Saya tak melihat seorang pun, pak" jawabnya singkat.
"makasih mbak, jangan lupa tutup pintunya, nanti ada pencuri"
"Iya, pak"

Pandanganku pada hari itu adalah pandangan yang terindah, belum pernah terjadi seumur hidupku rasa seperti ini. Ada rasa suka yang berlebihan tiba-tiba muncul saat itu. Keesokan harinya kuikuti Zaya dari belakang. Ia ingin pergi ke suatu tempat. Kuperhatikan kemana arah kakinya melangkah, dia melangkah naik ke bus. Aku pun ikut naik bus tersebut. Semakin aku mengikutinya, semakin tumbuh pula cikal-bakal cinta dalam hatiku. Ingin rasanya kupanggil namanya, kutanya prihal kabarnya dan keluarga. Tapi, aku hanyalah lelaki bisu dan tuli. Ingin pula kuucapkan cinta ini dari lisanku, percuma aku bisu. Aku hanya bisa diam dan terus mengekorinya. Mobil berhenti di pasar, si Zaya turun di daerah pasar tersebut. Ooo..ternyata dia kerja di tokoh bunga. Aku malu orang buta seperti Zaya saja bisa bekerja. Namun aku yang hanya bisu dan tuli tak bisa bekerja. Aku kasihan melihat keadaan Zaya, rasanya ingin sekali kutolong dia untuk memilihkan bungan yang indah. Aku coba pura-pura membeli bunga, tapi ada yang aneh.

"kenapa kamu mengikuti saya terus?" tanya Zaya padaku. Aku terkejut ternyata dia bisa merasakan bahwa aku terus mengikutinya. Andai aku tak bisu aku mau bilang "Iya, aku sengaja mengikutimu karena aku mencintaimu dan ingin menolongmu". Aku segera pergi saat dia bertanya dengan nada marah.

Cinta ku pada si buta mulai bersemayam dalam hatiku. aku benar-benar cinta dan ingin mempersuntingnya. aku mencintai tanpa kata dan ucapan. Aku bingung bagaimana memberitahu kepada Zaya bahwa aku benar-benar cinta padanya. Aku bisu dan tuli. Mana mungkin seorang bisu berucap kata cinta. Semakin tidak mungkin lagi ketika yang kucintai wanita buta yang tak tahu siapa aku, tak melihat bahasa isyaratku. Aku terus berpikir untuk memberitahu Zaya bahwa aku mencintainya sejak tatapan pertama.

Aku minta tolong pada bibiku agar ia bicara pada keluarga Zaya tentang keinginanku. Bibiku heran dan bingung, bagaimana jadinya bila seorang bisu dan tuli menikah dengan seorang wanita buta. Awalnya bibiku tak setuju, tapi karena dia tahu tekadku kuat dan suci maka ia pun bersedia membantuku. Setelah bibiku bicara pada orang tua Zaya, orang tuanya setuju.

"saya setuju, tapi apakah Zaya setuju?" tanya ayah Zaya.
"tidak!, Zaya tak setuju"

Hancur hatiku mendengar pernyataanya, wajar saja karena ia tak pernah melihatku. Zaya tak tahu kalau aku sering memperhatikanya. Bahkan ia tak tahu betapaku mencintainya. Aku tak putus asa, aku berpikir terus untuk mendapatkan cinta pertamaku ini. Aku hanya punya jalan terakhir, memanfaatkan si Rendra temanku untuk menjalinkan cintaku padanya. Skenario cerita pun mulai kujalankan. Kami berpura-pura, aku mencuri tas Zaya sedangkan Rendra seakan baru mengejarku dan memberikan tas itu pada Zaya.

"Ini tasnya, Zaya"
"terima kasih, bang"

Obrolan pun terjadi saat itu, si Rendra mulai mengajaknya jalan sedang aku mengikuti dari belakang. Rendra memulai aktingnya untuk menghubungkan cintaku. Rendra mengantarkan Zaya ke tempat kerjanya, di perjalanan Rendra memberitahu bahwa ada temanya yang mencintainya. Tapi, dia pemalu tak berani bicara padamu.

"Katanya ia ingin menuliskan surat untukmu, dan aku yang membacakanya untukmu" Rendra menerangkan.

Zaya berdiri dan berjalan ke pintu depan bus untuk turun. Rendra terus mengejar dan menyanyakan persetujuanya.

"Iya, boleh"

Surat pertamaku pun dibaca si Rendra di depan Zaya. Surat yang kutulis dengan tinta-tinta cinta. Semua isi hatiku kutuangkan di dalam secarik kertas itu. Kata-kata yang terbit dari hati penuh cinta ini. Kata dari hati yang akan menembus ke hati pula. Ketika Zaya mendengar surat pertama yang kutulis, sedikit demi sedikit benih cinta itu tertanam dalam hati. Surat kedua mulai tumbuh dan berkembang besar. Sampai Zaya penasaran dan ingin sekali bertemu denganku. Tapi, keinginan Zaya untuk bertemu denganku tak disampaikan Rendra. Sepertinya Rendra juga mulai suka Zaya atas segala kelemahlembutanya dan kesahajaanya. Rendra mencoba membohongiku. Ia bilang ke Zaya bahwa semua surat itu adalah tulisanya. Rendra membawa Zaya ke pantai dan mengatakan kalau dia mencintai Zaya. Si Zaya terkejut dan heran, ia merasa seperti ada kebohongan terjadi. Dengan tergesah-gesah Zaya minta antar balik pulang ke rumah.

Di samping rumah Zaya aku memukul Rendra karena kuanggap telah berkhianat. Kami bertengkar, aku hanya bisa berisyarat. Sedangkan Rendra berkata bahwa Zaya tak suka padaku, ia tak mau membaca suratku dan terakhirnya ia bilang bahwa Zaya cuma suka padanya. Aku terdiam, dan Rendra pun diam. Di suasana hening itu, ternyata Zaya mendengar semua pertengkaran kami dan bicara Rendra. Zaya marah pada Rendra karena telah berbohong.

Rasa cinta di hati Zaya semakin hebat, rasa ingin bicara tentang cintanya tak tertampung lagi. Zaya pun bertemu Rendra dan minta tolong agar ia bisa bertemu dan berbicara denganku. Di depan rumahku yang kumuh dai bicara tentang rasa cintanya padaku.

"aku benci kau, karena suratmu aku jadi jatuh cinta padamu. Aku benci kau, kenapa suratmu begitu menyentuh ke hatiku dan membuatku hanyut dalam lautan cintamu. Aku benci kau, karena kau telah membuatku tergila-gila padamu. Dan aku benci kau, karena semua yang kuucapkan ini tak bisa kau dengar"

Aku memang tak mendengar apa yang si Zaya ucapkan. Tapi, aku bisa merasakan cinta itu terpancar dari wajahnya, dari tutur katanya. Telingku memang tuli dan bibirku benar bisu. Namun, aku punya hati yang bisa mendengarkan, punya hati yang bisa bicara. Karena cinta bagiku tak butuh mata, telinga dan mulut. Cinta hanya butuh hati.

Bila saja aku bisa bicara, aku akan bilang seperti ini.

"kau mencintaiku tanpa melihat, kau mencintaiku dalam kegelapanmu. Aku tahu bahwa mata mu telah buta, tapi aku yakin mata hatimu tidak buta. Bagiku cinta tak butuh mata, cinta hanya butuh hati. Kau lah wanita yang benar-benar mencintaiku setulus hati".

Dengan cinta tulusku akhirnya Zaya pun mencintaiku dengan tulus. Semua orang yang mengenal kami heran dengan hubungan kami. Hubungan cinta luar biasa. Sangat jarang seorang buta mencintai seorang bisu dan sebaliknya. Alangkah kuasanya cinta itu, membuat orang buta jadi melihat. Mengubah orang bisu jadi bisa bicara. Semua itu adalah karena cinta tak perlu mata, telinga, hidung, mulut dll. Cinta hanya bagi siapa yang punya hati. Bila cinta dari hati, maka cinta itu pun akan tersampaikan ke hati. Bagi siapa yang punya hati, maka layak untuk dicintai. Ternyata tak bisa dibenarkan seratus persen pernyataan yang mengatakan bahwa cinta itu dari mata turun ke hati. Dan tak total benar yang bilang bahwa cinta itu harus diucapkan dan dituturkan dengan kata-kata.

Aku dan Zaya menjalin cinta dengan hati. Kami berdua berintraksi dengan hati. Meski terlihat sulit, tapi entah kenapa kami selalu saling memahami. Jalinan cinta kami benar-benar cinta yang bermuara dari hati dan berakhir dengan hati.

Kaki Bumi, 28 Maret 2010

NB : bila ada nama yang sama mohon maaf.Cerita ini hanya fiktif belaka.