Content feed Comments Feed

Cinta Buta dan Bisu

Posted by KOMARUDDIN SIREGAR Sunday, May 16, 2010



Matahari di siang hari mulai menyengat ubun-ubunku, udara panas seakan ingin membakar tubuhku, beginilah pekerjaanku setiap hari. Aku sering menunggu di bawah terik panasnya matahari, duduk di pinggir jalan bertemanankan asap dan debu jalanan. Pekerjaan yang menurut agama dilarang, tapi bagiku sudah menjadi wajar dan telah berlebelkan 'halal'. Aku sering mengintai seluruh orang yang lalu-lalang di jalan tempatku menunggu. Menunggu mangsa datang membawa uang. Orang sering menyebutku pencuri, sedangkan aku menyebut diriku orang baik yang malang. Demi menunaikan kewajiban mengisi perut kosong, aku melakukan kejahatan. Sebab tak ada yang bisa kuandalkan, gak ada yang butuh kepadaku. Bagaimana tidak, dari kecil aku tak pernah berbicara sekata pun. Belum pernah bibirku mengucapkan kata-kata seperti orang normal. Alias, aku tuli dan bisu.

Pada hari minggu siang, tepat jam 12 seperti biasa aku duduk di pinggir jalan. Biasanya hari ini adalah nasib baik-ku. Karena semua orang-orang lagi libur, banyak yang pergi shoping dan jalan-jalan. Juga pada hari ini orang kristen akan pergi ke greja. Kutatap satu persatu langkah orang yang lewat di hadapanku. Kuteliti raut wajah yang kira-kira memiliki paras 'tajir', juga yang agak kelihatan bego. Aku lihat ibu tua berjalan membawa tas yang kelihatanya mahal. Lihat kanan-kiri aku mendekati ibu tersebut. Ketika kulihat suasana aman, aku segera menarik tas itu dan berlari kencang.

"maling...maling, tolong..!!"

Seluruh mata menuju ke arahku, tapi tak ada satu tubuh pun yang bergerak untuk mengejarku. Aku lari masuk ke dalam gedung yang memiliki ruas jalan kecil. Ah, legah akhirnya aku berhasil mendapatkan rezki. Cara menjemput rezki yang jarang dilakukan orang banyak. Mencuri adalah ikhtiarku dalam mencari rezki Tuhan. Aku berjalan santai, merasa tak kan mungkin nenek tua itu mengejarku. Kulihat isi tas tersebut, ternyata ada dua jam tangan otomatik. Ada gelang emas dan cincin beserta surat-surat yang tak kumengerti.

Aku segera mengambil jam tangan itu dan kemudian menjualnya di jalan yang tak jauh dari lokasi mencuri tadi. Dengan rileks aku menawarkan jam tangan itu. Lagi asyiknya, terdengar jeritan dari dua orang berlari ke arahku.

"Maling....maling..." ternyata dua orang itu adalah polisi. Aku terus berlari dan masuk ke dalam daerah perumahan pinggiran kota. Saking kenjangnya aku berlari tak sadar aku masuk ke dalam rumah salah satu warga. Aku tersungkur menghantam kursi dekat pintu rumah tersebut. Suara wanita menjerit.

"siapa?" tanya wanita itu. Aku ingin sekali bicara tapi aku bisu. Ketika kupandangan wajah sahajanya tiba-tiba hatiku berdenyut. Tak tahu apakah denyut ini dari rasa takut, atau rasa takjub. Entah kenapa pandangan mataku padanya mengundang asa dan melukiskan makna dalam kertas hatiku ini. Kulihat tangan kirinya memegang bunga dan tangan kananya menggenggam tongkat kecil. Kulihat dia meraba-raba, dari gerik langkahnya sepertinya dia orang buta. Kudekati dia dan kucoba melambaikan tanganku di depan matanya, ternyata benar buta. Tak ada reaksi saat kulambaikan tangan di depan wajahnya.

"Mbak, ada pria masuk sini pakai baju merah dan topi" tanya dua polisi yang terus mengejarku.
"Saya tak melihat seorang pun, pak" jawabnya singkat.
"makasih mbak, jangan lupa tutup pintunya, nanti ada pencuri"
"Iya, pak"

Pandanganku pada hari itu adalah pandangan yang terindah, belum pernah terjadi seumur hidupku rasa seperti ini. Ada rasa suka yang berlebihan tiba-tiba muncul saat itu. Keesokan harinya kuikuti Zaya dari belakang. Ia ingin pergi ke suatu tempat. Kuperhatikan kemana arah kakinya melangkah, dia melangkah naik ke bus. Aku pun ikut naik bus tersebut. Semakin aku mengikutinya, semakin tumbuh pula cikal-bakal cinta dalam hatiku. Ingin rasanya kupanggil namanya, kutanya prihal kabarnya dan keluarga. Tapi, aku hanyalah lelaki bisu dan tuli. Ingin pula kuucapkan cinta ini dari lisanku, percuma aku bisu. Aku hanya bisa diam dan terus mengekorinya. Mobil berhenti di pasar, si Zaya turun di daerah pasar tersebut. Ooo..ternyata dia kerja di tokoh bunga. Aku malu orang buta seperti Zaya saja bisa bekerja. Namun aku yang hanya bisu dan tuli tak bisa bekerja. Aku kasihan melihat keadaan Zaya, rasanya ingin sekali kutolong dia untuk memilihkan bungan yang indah. Aku coba pura-pura membeli bunga, tapi ada yang aneh.

"kenapa kamu mengikuti saya terus?" tanya Zaya padaku. Aku terkejut ternyata dia bisa merasakan bahwa aku terus mengikutinya. Andai aku tak bisu aku mau bilang "Iya, aku sengaja mengikutimu karena aku mencintaimu dan ingin menolongmu". Aku segera pergi saat dia bertanya dengan nada marah.

Cinta ku pada si buta mulai bersemayam dalam hatiku. aku benar-benar cinta dan ingin mempersuntingnya. aku mencintai tanpa kata dan ucapan. Aku bingung bagaimana memberitahu kepada Zaya bahwa aku benar-benar cinta padanya. Aku bisu dan tuli. Mana mungkin seorang bisu berucap kata cinta. Semakin tidak mungkin lagi ketika yang kucintai wanita buta yang tak tahu siapa aku, tak melihat bahasa isyaratku. Aku terus berpikir untuk memberitahu Zaya bahwa aku mencintainya sejak tatapan pertama.

Aku minta tolong pada bibiku agar ia bicara pada keluarga Zaya tentang keinginanku. Bibiku heran dan bingung, bagaimana jadinya bila seorang bisu dan tuli menikah dengan seorang wanita buta. Awalnya bibiku tak setuju, tapi karena dia tahu tekadku kuat dan suci maka ia pun bersedia membantuku. Setelah bibiku bicara pada orang tua Zaya, orang tuanya setuju.

"saya setuju, tapi apakah Zaya setuju?" tanya ayah Zaya.
"tidak!, Zaya tak setuju"

Hancur hatiku mendengar pernyataanya, wajar saja karena ia tak pernah melihatku. Zaya tak tahu kalau aku sering memperhatikanya. Bahkan ia tak tahu betapaku mencintainya. Aku tak putus asa, aku berpikir terus untuk mendapatkan cinta pertamaku ini. Aku hanya punya jalan terakhir, memanfaatkan si Rendra temanku untuk menjalinkan cintaku padanya. Skenario cerita pun mulai kujalankan. Kami berpura-pura, aku mencuri tas Zaya sedangkan Rendra seakan baru mengejarku dan memberikan tas itu pada Zaya.

"Ini tasnya, Zaya"
"terima kasih, bang"

Obrolan pun terjadi saat itu, si Rendra mulai mengajaknya jalan sedang aku mengikuti dari belakang. Rendra memulai aktingnya untuk menghubungkan cintaku. Rendra mengantarkan Zaya ke tempat kerjanya, di perjalanan Rendra memberitahu bahwa ada temanya yang mencintainya. Tapi, dia pemalu tak berani bicara padamu.

"Katanya ia ingin menuliskan surat untukmu, dan aku yang membacakanya untukmu" Rendra menerangkan.

Zaya berdiri dan berjalan ke pintu depan bus untuk turun. Rendra terus mengejar dan menyanyakan persetujuanya.

"Iya, boleh"

Surat pertamaku pun dibaca si Rendra di depan Zaya. Surat yang kutulis dengan tinta-tinta cinta. Semua isi hatiku kutuangkan di dalam secarik kertas itu. Kata-kata yang terbit dari hati penuh cinta ini. Kata dari hati yang akan menembus ke hati pula. Ketika Zaya mendengar surat pertama yang kutulis, sedikit demi sedikit benih cinta itu tertanam dalam hati. Surat kedua mulai tumbuh dan berkembang besar. Sampai Zaya penasaran dan ingin sekali bertemu denganku. Tapi, keinginan Zaya untuk bertemu denganku tak disampaikan Rendra. Sepertinya Rendra juga mulai suka Zaya atas segala kelemahlembutanya dan kesahajaanya. Rendra mencoba membohongiku. Ia bilang ke Zaya bahwa semua surat itu adalah tulisanya. Rendra membawa Zaya ke pantai dan mengatakan kalau dia mencintai Zaya. Si Zaya terkejut dan heran, ia merasa seperti ada kebohongan terjadi. Dengan tergesah-gesah Zaya minta antar balik pulang ke rumah.

Di samping rumah Zaya aku memukul Rendra karena kuanggap telah berkhianat. Kami bertengkar, aku hanya bisa berisyarat. Sedangkan Rendra berkata bahwa Zaya tak suka padaku, ia tak mau membaca suratku dan terakhirnya ia bilang bahwa Zaya cuma suka padanya. Aku terdiam, dan Rendra pun diam. Di suasana hening itu, ternyata Zaya mendengar semua pertengkaran kami dan bicara Rendra. Zaya marah pada Rendra karena telah berbohong.

Rasa cinta di hati Zaya semakin hebat, rasa ingin bicara tentang cintanya tak tertampung lagi. Zaya pun bertemu Rendra dan minta tolong agar ia bisa bertemu dan berbicara denganku. Di depan rumahku yang kumuh dai bicara tentang rasa cintanya padaku.

"aku benci kau, karena suratmu aku jadi jatuh cinta padamu. Aku benci kau, kenapa suratmu begitu menyentuh ke hatiku dan membuatku hanyut dalam lautan cintamu. Aku benci kau, karena kau telah membuatku tergila-gila padamu. Dan aku benci kau, karena semua yang kuucapkan ini tak bisa kau dengar"

Aku memang tak mendengar apa yang si Zaya ucapkan. Tapi, aku bisa merasakan cinta itu terpancar dari wajahnya, dari tutur katanya. Telingku memang tuli dan bibirku benar bisu. Namun, aku punya hati yang bisa mendengarkan, punya hati yang bisa bicara. Karena cinta bagiku tak butuh mata, telinga dan mulut. Cinta hanya butuh hati.

Bila saja aku bisa bicara, aku akan bilang seperti ini.

"kau mencintaiku tanpa melihat, kau mencintaiku dalam kegelapanmu. Aku tahu bahwa mata mu telah buta, tapi aku yakin mata hatimu tidak buta. Bagiku cinta tak butuh mata, cinta hanya butuh hati. Kau lah wanita yang benar-benar mencintaiku setulus hati".

Dengan cinta tulusku akhirnya Zaya pun mencintaiku dengan tulus. Semua orang yang mengenal kami heran dengan hubungan kami. Hubungan cinta luar biasa. Sangat jarang seorang buta mencintai seorang bisu dan sebaliknya. Alangkah kuasanya cinta itu, membuat orang buta jadi melihat. Mengubah orang bisu jadi bisa bicara. Semua itu adalah karena cinta tak perlu mata, telinga, hidung, mulut dll. Cinta hanya bagi siapa yang punya hati. Bila cinta dari hati, maka cinta itu pun akan tersampaikan ke hati. Bagi siapa yang punya hati, maka layak untuk dicintai. Ternyata tak bisa dibenarkan seratus persen pernyataan yang mengatakan bahwa cinta itu dari mata turun ke hati. Dan tak total benar yang bilang bahwa cinta itu harus diucapkan dan dituturkan dengan kata-kata.

Aku dan Zaya menjalin cinta dengan hati. Kami berdua berintraksi dengan hati. Meski terlihat sulit, tapi entah kenapa kami selalu saling memahami. Jalinan cinta kami benar-benar cinta yang bermuara dari hati dan berakhir dengan hati.

Kaki Bumi, 28 Maret 2010

NB : bila ada nama yang sama mohon maaf.Cerita ini hanya fiktif belaka.

0 Responses to Cinta Buta dan Bisu